DI BALIK
CERPEN SODOM DAN GOMORA
Karya
Agus Vrisaba (Cerpen Terbaik Kompas 1980)
Disusun sebagai UAS
Mata Kuliah Pengantar Sastra Indonesia
Oleh:
IKA MAZKIA IZZATI (115110700111008)
Dosen Pengampu:
MAULFI SYAIFUL RIZAL, S. Pd
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya Malang
Tahun 2012
CERPEN “ SODOM DAN GOMORA” KARYA AGUS VRISABA
(Suatu Tinjauan Sosiologis)
Karya sastra merupakan dokumen sosio-budaya yang
mencerminkan zaman. Sebagai dokumen sosio-budaya didalam kaya sastra tersimpan
unsur-unsur kehidupan sosial (Suwignyo, 2008: 166). Karya sastra tidak lepas
dari penulisnya. Karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan perasaan, pikiran,
dan pengalaman (dalam arti luas) pengarangnya. Oleh karena itu faktor pengarang
tidak dapat diabaikan meskipun tidak harus dimutlakan.
Dalam menciptakan karya sastra, sastrawan tidak
dapat lepas dari masyarakat dan budayanya. Seringkali sastrawan sengaja
menonjolkan kekayaan budaya masyarakat, suku bangsa dan budayanya. Oleh karena
itu untuk memahami dan memberi makna kepada karya sastra. maka latar sosial dan
budaya harus diperhatikan. Agar penemuan
pola-pola kehidupan sosial dapat mendekati kehidupan sosial yang ”sebenarnya” ,
diperlukan pemahaman terhadap kehidupan sosial yang melatari terciptanya karya
sastra. Pemahaman terhadap latar sosial ini dapat diperkuat dengan memahami
cara pengarang memahami kehidupan sosial dan pandangannya terhadap kehidupan
sosial.
Wellek dan Warren (1989) mengingatkan,
bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi keliru kalau
dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan fenomena
kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak
disengaja dituliskan oleh pengarang, atau karena hakikat karya sastra itu
sendiri yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara
tidak langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu.
Dengan demikian, sebuah asumsi yang mengatakan
bahwa karya sastra tidaklah lahir dari kekosongan sosial (social vacuum). Ini
bukanlah asumsi yang berlebihan, meskipun kita juga harus selalu ingat bahwa
karya sastra adalah hasil dari daya khayal atau imajinasi. Secara langsung atau
tidak imajinasi pengarang dipengaruhi, tidak ditentukan oleh pengalaman
manusiawi dalam lingkungan hidupnya, termasuk di dalamnya adalah sumber- sumber
bacaan (Hardjana, 1981:71). Di samping itu, karya sastra itu tidak lahir dalam
kekosongan budaya (Teeuw, 1980: 11, 12).artinya karya sastra itu lahir dalam
konteks sejarah dan sosial-budaya suatu bangsa yang di dalamnya sastrawan
penulisnya merupakan salah seorang anggota masyarakat bangsanya. Oleh karena
itu, sastrawan tidak terhindar dari konvensi sastra yang ada sebelumnya dan
tidak terlepas dari latar sosial budaya masyarakatnya.
Cerpen ”Sodom dan Gomora” karya Agus
Vrisaba merupakan cerpen pilihan kompas 1970-1980, yang termuat dalam buku Dua Kelamin bagi Midin. Agus Vrisaba sebagai
pengarang mengangkat suatu cerita yang tidak jauh berbeda dengan realitas
kehidupan sosial yang sebenarnya. Cerpen ini mengisahkan tentang alegori moral perihal kemunafikan Bapak
Lutus, yang menampilkan diri sebagai pribadi yang religius di depan jemaahnya,
tetapi kemudian terbukti masih terikat dengan nilai-nilai duniawi dan masih
suka berbuat kasar. Bapak Lutus mati kaku berdiri dengan kepala menoleh ke
belakang, seperti istri Lut, yang masih hirau dengan harta yang
ditinggalkannya, hingga mati menjelma tiang garam. Persis seperti wejangannya tentang bininya Lut dalam peristiwa Sodom dan
Gomora.
Membaca cerpen ”Sodom dan
Gomora” membangkitkan semangat untuk
mengingat, mencari dan mencatat segala kejadian yang tengah berlangsung dalam masyarakat.
Tidak mengherankan, apabila konflik yang berkembang dalam cerita ini, terasa
sebagai suatu produk budaya dan produk masyarakat yang memiliki keterkaitan
yang erat dengan kehidupan sosial, yang menyajikan kehidupan yang sebagian
besar yang tediri dari kenyataan sosial. Yang selanjutnya dapat dipakai sebagai
seperangkat alat untuk memahami kehidupan sosial.
Agus
Vrisaba sebagai pengarang cerpen ”Sodom dan Gomora” sangat jeli. Dengan
pengalamannya sebagai penulis sastra dan pergaulannya dengan sesama penulis
membuatnya dengan mudah mengangkat masalah kemunafikan atau ketidak jujuran
yang menjangkit orang-orang yang menjadi tokoh masyarakat atau idola masyarakat
(public figure).yang menyebakan dirinya sendiri dan orang lain dirugikan dengan
perilaku tersebut
Situasi
yang digambarkan dalam cerita ini telah membuat pembaca dapat menarik sebuah
kesimpulan bahwa cerita ini bukanlah semata-mata ciptaan sosial yang
menampilkan gambaran kehidupan yang nyata. Namun hanya rekaan dari
pengarangnya. Hal ini tampak pada salah satu penggunaan gaya bahasa persamaan
atau simile. Majas persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat
eksplisit, yaitu sesuatu yang sama
dengan yang lain. Biasanya majas persamaan atau simile ditandai dengan
penggunaan kata, seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
Majas
persamaan atau simile tampak pada kutipan di bawah ini:
“Manusia
sekarang,” kata Bapak Lutus,” serupa dengan penduduk kedua kota yang terletak
di ujung selatan Laut Mati pada zamannya itu. Kejahatan terjadi di mana-mana
dan Tuhan hanya menjadikan dunia ini sebagai Sodom dan Gomora.
Dalam kutipan,
pengarang menyamakan manusia sekarang dengan penduduk ke dua kota pada zaman
itu dan menyamakan dunia ini sama dengan Sodom dan Gomora. Karena sama-sama
begitu banyaknya kejahatan yang terjadi.
Melalui cerpen ini
pengarang menyampaikan suatu amanat bahwa bahwa orang-orang yang senantiasa mengingat,
dan menghadirkan Tuhan ke dalam batinya, dengan ikhlas akan senantiasa
mendapatkan keselamatan dari Tuhan. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut ini:
“…Dan hanya orang-orang yang
menghadirkan Tuhan ke dalam batinya, bukan hanya sekedar di bibir saja, yang
akan diselamatkan seperti Lut dan kedua orang anak gadisnya itu.”
Kutipan di atas memberikan gambaran sekaligus
memberikan suatu pemahaman kepada pembaca bahwa dalam melakukan apa pun kita
harus senantiasa mengingat dan menghadirkan Tuhan agar kita selalu hidup dengan
keselamatan.
Selain
itu, dalam cerpen ”Sodom dan Gomora”, pengarang juga menyampaikan suatu pesan
agar kita hidup itu harus menjadi diri sendiri, jujur, tidak munafik dalam
menjalani hidup dalam bermasyarakat dan tidak hidup dalam ke pura-puraan,
sehingga kita bisa tenang dalam menjalani kehidupan dan keharmonisan dalam berhubungan dengan
masyarakat tanpa harus dibayangi kecemasan akan suatu hal yang tidak diinginkan.
Hal ini tergambar pada kutipan berikut:
Kalau dia naik sepeda motor,
hadirin di pertemuan mingguan itu tentu akan memandangnya sebagai orang yang
masih dipengaruhi harta dunia. Di depan mata mereka dia harus kelihatan seperti
orang sederhana, tidak tergoyahkan oleh godaan, yang seperti sering dia katakana kepada mereka, pada zaman
ini begitu banyak , antara lain barang-barang mewah, mobil, sepeda motor,
televisi, dan sebagainya dan sebagainya.
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Bapak Lutus itu berusaha menyembunyikan kebiasaan buruknya, agar telihat menjalankan seperti apa yang
sudah disampaikan pada saat memberikan wejangan kepada jemaahnya.
Dalam cerpen “Sodom dan Gomora” juga memberikan pesan bahwa menjalankan ketaatan pada Tuhan yang Maha Esa tidaklah
dikala senang saja, melainkan
di segala keadaan. Dan pengamalan terhadap keimanan dan ketaatan padaNya harus
dijunjung tinggi, tanpa terhalangi topeng-topeng duniawi. Melalui cerpen ini
pula, pengarang menyampaikan suatu amanat bahwa dalam kehidupan ini, setiap
manusia harus selalu waspada terhadap segala kemungkinan yang tidak
terduga. Dan semua yang telah terjadi
itu tidak perlu disesali dengan terus larut dalam penyesalan. Hal
ini secara eksplisit sampaikan pengarang sebagaimana tampak pada dua kutipan
berikut ini.
Mengapa tidak?
Setiap pagi, bangun dari tidur dia berdoa. Mau sarapan dia berdoa. Mau mulai
bekerja di kantornya, dia berdoa. Makan siang sebelum dan sesudahnya, dia
berdoa. Makan malam, bersama-sama anak-anak dan istrinya, mereka berdoa. Hendak
tidur dia buka Alkitab dan membacanya sampai kantuknya tiba, kemudian memuji
namaNya, baru tidur. Pada setiap kali diterima uang gajinya, tak lupa ia memuji
namaNya.
………………………………………………………………………………….
Semalam bapak
Lutus tidak bisa tidur. Hilangnya sepeda motor itu membuat hatinya merasa
sangat kesal, kecewa, dan menyesal.
Tanpa berdoa lagi dia banting tubuhnya ke atas pembaringannya. Tidak ada waktu
menghadirkan Tuhan ke dalam batinya. Pikiranya penuh diliputi ke kecewaan dan
sesal.
Dari dua kutipan diatas memberikan
gambaran bahwa hanya saat diliputi rasa senang saja Bapak Lutus mengingat dan menghadirkan Tuhan, sedangkan
pada saat ditimpa kesusahan dia terus larut dalam kesedihan dan penyesalan
sehingga melupakan dan tidak menghadirkan Tuhan dalam mengatasi dan menghadapi
semuanya. Padahal kita harus senantiasa menghadirkan Tuhan kapan saja dan di
mana saja kita berada. Karena semua yang terjadi adalah atas kehendak Tuhan
kita sebagai manusia hanya bisa wasapada dan menerima semua yang akan terjadi.
Di
balik Cerpen Sodom dan Gomora
Karya
Agus Vrisaba (Cerpen Terbaik Kompas 1980 )
- Apa tema utama yang akan disampaikan
oleh pengarang? Apakah tema yang disampaikan oleh pengarang itu berkaitan
dengan konteks masyarakat pada saat cerpen tersebut dilahirkan (hingga
saat ini)? Jelaskan!
Dalam cerpen "Sodom dan
Gomora" karya Agus
Vrisaba, tema utama yang ingin disampaikan adalah kemunafikan yang
dilakukan seorang yang menjadi panutan masyarakat. Kemunafikan tersebut terjadi dalam hal pemberian wejangan
kepada para jemaahnya yang dalam kenyataanya Bapak Lutus itu sendiri tidak tidak menjadi pribadi seperti apa yang disampaikanya
sewaktu memberikan wejangan kepada jemaahnya. Kemunafikan yang terjadi adalah kemunafikan
Bapak Lutus, yang menampilkan diri sebagai pribadi yang religius, tetapi
kemudian terbukti masih terikat dengan nilai-nilai duniawi. Dalam cerpen
tersebut, peristiwa yang tidak diinginkan terjadi, hukuman harus
diterima oleh Bapak Lutus dalam kemunafikan tersebut. Bapak Lutus ditemukan
berdiri kaku di belakang jendela dalam kamarnya, dengan kepala menoleh ke
belakang, dan sudah mati. Kulitnya begitu kering dan bergaram. Tema tersebut tersirat di halaman 389-390 dalam cerpen tersebut. Cerpen tersebut
menceritakan tentang Bapak Lutus yang memberikan
wejangan kepada jemaah tentang peristiwa Sodom dan Gomora serta menceritakan tentang bini Lut yang menoleh
ke belakang, lalu ia jadi sebatang tiang garam. Tetapi semua wejangan yang telah disampaikan kepada jemaahnya itu tidak sesuai dengan kenyataanya. Bapak
Lutus melakukan perbuatan yang tidak
mencerminkan dirinya seperti saat memberikan wejangan, terbukti ia lebih mementingkan duniawi dan tega berbuat kasar terhadap anak dan
istrinya. Sampai hukuman atas
kemunafikan diterimanya. Jenazah Bapak
Lutus ditemukan berdiri kaku di belakang kamarnya, dengan kepala menoleh ke
belakang, Persis seperti wejangannya tentang bininya Lut dalam peristiwa Sodom dan Gomora.
Menurut saya, tema utama yang terdapat dalam cerpen "Sodom dan Gomora"
karya Agus Vrisaba yaitu tentang kemunafikan Bapak Lutus terhadap jemaahnya dalam hal pemberian wejangan kepada para jemaah yang tidak diikuti
dengan kepribadian yang sesuai dengan wejangan yang disampaikan yang sangat
berkaitan dengan konteks masyarakat pada saat cerpen tersebut lahir bahkan
sampai sekarang ini. Tema tersebut bukan saja berkaitan dengan konteks
masyarakat tetapi tetap terjadi sampai sekarang ini. Banyak sekali berita di media
massa yang sering membahas kemunafikan atau kebohongan atau tidak
sejalannya ucapan dan tindakan tokoh masyarakat yang menjadi panutan atau idola
masyarakat yang tidak mengenal kejujuran dan dilakukan secara seenaknya sendiri
kepada masyarakat yang ada di sekitarnya. sebelum memasuki tahun 2012, peristiwa
mengenai kemunafikan atau tidak sejalannya
ucapan dengan tindakan di dalam
masyarakat sudah sering terjadi. Contoh yang paling baru adalah kemunafikan yang dilakukan seorang pemuka
agama yang jadi panutan warga masyarakat
di Bali. Yang ternyata dibalik sosoknya sebagai pemuka agama dia menyembunyikan
kebiasaan buruknya yang suka judi. Dengan alasan untuk menjaga hubungan dengan
masyarakat.
Hal ini akan terus berlanjut sampai
tahun-tahun yang akan datang karena tuntutan zaman yang semakin maju dan
kemewahan serta keinginan seorang akan sesuatu yang terbaik untuk dirinya akan
membuat manusia berlomba-lomba melakukan segala hal dengan cara apa pun untuk
mewujudkan keinginannya, termasuk melakukan kebohongan dan kemunafikan.
Meskipun ternyata dirinya sendiri dan masyarakat sekitar yang harus menjadi
korban.
2.
Berkaitan
dengan tokoh dalam cerpen, setujukah anda dengan sikap/tindakan/perilaku yang
dilakukan oleh tokoh utamanya? Jelaskan jawaban anda!
Berkaitan dengan tokoh dalam cerpen "Sodom
Dan Gomora" Karya Agus Vrisaba, saya
tidak setuju dengan sikap/tindakan/perilaku yang dilakukan oleh tokoh
utamanya, yaitu Bapak Lutus. Dalam cerpen tersebut, Bapak
Lutus memiliki sifat dan perilaku yang buruk. Karena sebagai seorang yang
sering memberi wejangan dan menjadi panutan jemaahnya tentang suatu kebaikan ternyata dia
sendiri tidak bisa melakukan hal yang sama seperti apa yang telah dikatakanya
kepada jemaahnya. Ia juga memiliki “ sisi lain”, yaitu terlalu sayang harta. Bapak Lutus masih terikat dengan
nilai-nilai duniawi. Ia pun ringan tangan. Ungkapan bahwa Bapak Lutus ini terlampau sayang pada hartanya dan
ringan tangan, tercermin saat motor
yang baru saja dibeli dengan uang tabungannya hilang saat di pakai oleh anak tertuanya, Rino. Bapak Lutus menampar anaknya dan istrinya. Sikap/perilaku/tindakan
Bapak Lutus yang munafik, masih terikat nilai-nilai duniawi dan ringan tangan sungguh
disayangkan padahal masih banyak cara untuk menyelesaika masalah atau beban,
tanpa harus melakukan kebohongan dan main tangan, apalagi itu anak sendiri.
Semua perilaku kasar itu malah akan berimbas pada kejiwaan anak. Dan
sikap/tindakan/perilaku tersebut merupakan contoh yang tidak baik bagi saya khususnya dan juga pembaca bagi umumnya
untuk selalu jujur, tidak ringan tangan,
dan tidak munafik dalam menghadapi persoalan
di kehidupan ini. Sekalipun bertentangan dengan keinginan masyarakat.
- Cerpen yang anda pilih adalah cerpen
terbaik Kompas pada tahun tertentu. Menurut pertimbangan anda,
mengapa cerpen tersebut dipilih oleh Kompas sebagai cerpen yang
terbaik?
Cerpen " Sodom dan Gomora" karya Agus Vrisaba merupakan salah satu cerpen terbaik
pilihan Kompas. Menurut saya, cerpen tersebut dipilih sebagai salah satu
cerpen terbaik pilihan Kompas adalah karena beberapa hal. Hal-hal tersebut
antara lain adalah isi yang ingin disampaikan oleh Agus Vrisaba lewat Sodom dan Gomora yaitu kejujuran dan kritik social
yang kuat, proses penceritaan yang sederhana tetapi memukau dan juga penggunaan
gaya bahasa yang sederhana. serta keanggunan dan kecantikan makna yang sungguh
tidak gampang luntur, membuat pembaca menikmati membacanya. Selain itu suatu objek juga dideskripsikan dengan detail.
Dengan lebih
menonjolkan gaya bahasa yang
sederhana dan proses penceritaan yang sederhana pula, pesan atau isi cerpen
yang ingin disampaikan oleh Agus Vrisaba dapat langsung tersampaikan.
Dengan demikian, pembaca dapat langsung mengerti dan mengetahui pesan yang ingin
disampaikan oleh Agus Vrisaba. Selain itu pada tahun tersebut, kritik
sosial dan kejujuran merupakan salah satu hal yang sulit untuk ditemui, tetapi
lewat cerpen Agus Vrisaba ingin memberikan sebuah kritik sosial yang selama ini
sering terjadi tetapi masih banyak orang yang acuh dan tidak peduli.
4.
Kutiplah
salah satu alenia yang menurut anda menarik! Beri alasan!
“Manusia sekarang,” kata Bapak Lutus, “
serupa dengan penduduk kedua kota yang terletak di ujung selatan Laut Mati pada
zamannya itu. Kejahatan terjadi di mana-mana dan Tuhan hanya menjadikan dunia ini
sebagai Sodom dan Gomora. Dan, hanya orang-orang yang menghadirkan Tuhan ke
dalam batinya, bukan hanya sekedar di bibir saja, yang akan diselamatkan
seperti Lut dan kedua orang anak gadisnya itu.”
Kutipan di atas adalah salah satu percakapan antara tokoh utama (Bapak
Lutus) dengan jemaahnya dalam cerpen tersebut.
Saya memilih kutipan tersebut karena makna dan pesan yang terkandung dalam
kutipan tersebut sangat dalam. Makna kutipan tersebut adalah kita sebagai
manusia yang hidup di zaman sekarang ini harus berhati-hati karena kejahatan
terjadi dimana-mana, kita sebagai
manusia haruslah senantiasa menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya
karena Tuhan sudah menetapkan dosa besar yang tak terampuni, yang menjatuhkan siapa
saja ke dalam kemusnahan akibat murka Tuhan bagi yang melakukan kejahatan yang
melanggar apa yang di perintahkan Tuhan. Selain hal tersebut, makna tersirat
kutipan tersebut adalah kita sebagai hamba Tuhan harus menyadari bahwa segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini menurut kehendak Tuhan dan berjalan sesuai
takdir tertentu, oleh karena itu kita harus senantiasa mendekatkan diri dan
selalu menghadirkan Tuhan dalam batin kita dengan ikhlas, sebagaimana segala
sesuatu lainya. Dengan tujuan utamanya haruslah mendapatkan ridho Tuhan. Karena
dengan menjadikan Tuhan dekat dengan kita, mengingat Tuhan kapan saja dan
dimana saja. Maka senantiasa kebahagiaan dan keselamatan akan menghampiri kita.
Daftar Rujukan
Cerpen Kompas Pilihan 1970-1980. 2003. Dua Kelamin bagi Midin. Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara.
Damono, S. D. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Hardjana, A. 1981. Kritk Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Noor, A. 2008. Cerpen
Kompas Pilihan 1970-1980: Dua Kelamin bagi Midin, (Online), (http://maribelajarbersama.blogspot.com/2005/05/19/cerpen-kompas-pilihan-1970-1980-dua-kelamin-bagi-midin),
diakses 29 Desember 2011.
Suwignyo, H.
2008. Kritik Sastra Indonesia Modern.
Malang: A3 (Asih Asah Asuh).
Teeuw, A. 1980. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: PT
Gramedia.
Wellek & Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar