Senin, 09 Januari 2012

Sinopsis Cerpen Korupsi ( Pramoedya Ananta Toer )


KORUPSI
( Pramoedya Ananta Toer )
Pada awalnya korupsi terpaksa dilakukan seorang pegawai kecil yang sudah tua bernama Bakir, yang hidup bersama istri yang bernama Mariam dan empat anaknya, Bakri, Bakar, Basir, dan Basiroh. Disebuah rumah, dengan beberapa kamarnya disewakan, gara-gara tekanan ekonomi dan inflasi, dan  gaji yang kecil sudah tidak mampu membiayai hidup keluarganya. Kegelisahan terus membayanginya dan akhirnya terniatlah dalam hati, seperti sudah jamak dimasa ini korupsi. Korupsi seperti yang dilakukan lebih dulu oleh rekan-rekanya.
Niatan untuk berkorupsi itu mulai direncanakan. Pagi hari saat akan berangkat kerja, semangat begitu paras, tapi dalam pikiranya masih tidak mengijinkan dengan segera. Datanglah kau tekad Bakir berkata dalam hatinya untuk meyakinkan diri dan memulai semuanya. Ya lambat-lambat keyakinan itu datang, dan pikiran telah menyuruh untuk  mengingat siapa sasaran pertama kali, dan terlintaslah nama Taoke orang yang menyewa sebagian rumahnya dan sekaligus  orang yang sudah berkali-kali berusaha menyogoknya.Genderang perang dalam dada melantang, Bakir mulai berangkat bertempur. Di mulainya dengan mengambil dan menjual benda kantor seperti bungkusan kertas stensil dan dijualnya ketempat penjualan harta curian. Dan uang duapuluh ribu didapatnya.
Setelah melakukan itu hidupnya selalu diselimuti perasaan dan pikiran yang tidak tenang dalam batin. Sesampai dirumah dikasikanlah uang tadi kepada istrinya. Dari mana uang tadi didapatpun dipertanyakan. Dari sinilah kebohongan demi kebohongan di mulai, padahal dulu Bakir adalah seorang yang jujur dan tak pernah merahasiakan segala-galanya yang bertalian dengan rumah tangganya, termasuk perasaanya sendiri waktu menghadapi seorang wanita yang begitu cantik  Sutijah
Saat itu Bakir dan istrinya jalan-jalan kepasar sore, Bakir meminta untuk dibelikan dasi dan semir untuk mendukung penampilanya dalam menjalankan aksinya. Perubahan banyak terjadi dalam diri Bakir, dan mata istrinya menyinarkan kecurigaan, dan terus saja istri membuat pertanyaan –pertanyaan seolah hendak mengorek seluruh apa yang ada dalam hati suaminya, sesampai dirumah istri mengeluarkan kalimat “Engkau mau korupsi !, tiba-tiba ia menuduh, Bakirpun tidak tahan lagi meladeni omonganya, dengan diam-diam dia pergi meninggalkan rumahnya.
Dengan uang pinjaman dari Sirad pembantu setianya, Bakir langsung pergi naik taksi ke kota pula Maria N.V Thiaw Lie Han dan melakukan transaksi bersama Taoke. Ternyata nyaman sekali dia sukses sebagai koruptor yang menikmati segala kemewahan.dengan apa yang di perolehnya terbesitlah dalam hatinya untuk mengawini Sutijah.
Setelah Bakir kembali pulang, Bakir semakin tidak tahan lagi dengan sikap istrinya yang terus mencurigainya, kemarahannya yang mula mengendap kini telah memuncak tanganya melayang dan menempeleng pipi istrinya dan Bakirpun pergi dari rumah dan tidak kembali lagi kerumah dan menginap dirumah Sutijah dan dalam kesempatan itu, Kehidupan baru di mulai Bakir mengajak kawin. Dan besoknya keinginannya selam ini untuk menikah dengan Sutijahpun terkabulkan.
Sudah lama ia tidak pergi ke kantor , dan saat ia kembali bekerja, Sirad  pemuda yang sering dibantunya  menanyakan akan keberadaanya selama satu minggu tidak masuk kerja dan ketidak pulanganya selama satu  tahun, suasan di kantor tegang Bakir Mendengar tentang rencana menyusun untuk memberantas korupsi. Ancaman kehancuran datang, ia telah dicurigai korupsi,dengan melihat bukti rumah di Bogor, mobil dan hubunganya dengan perusahaan asing. Tetapi ia tetap saja tidak peduli dan melanjutkan kegiatanya denan menemui perusahaan nasional untk mejalankan pekerjaanya sbagai koruptor. Disana dada Bakir berdentaman, kecurigaan soal hidup dan matinya, ia mendengar direktur perusahaan itu menelpon polisi, cepat-cepat Bakir mencari-cari akal untuk bisa segera melepaskan diri dari perangkapnya.
Bakir kembali ke rumahnya di Bogor, istana yang tidak memberi kedamaian batin. Malampun tidak memberi kenyamanan, tiba-tiba Bakir ingat istri dan anak-anaknya yang setia menemani dalam kesenangan dan kemiskinan,berbeda dengan Sutijah yang makin lama makin cantik itu pun tidak bias memberi kebahagiaan lagi, bahkan menjadi biang keladi perasaan duka dan kemuraman, Bakir telah melihat perubahan Sutijah yang bukan Sutijah yang dulu tapi dia tetap bertahan mengingat  anaknya yang bernama Rahmah, meskipun Bakir dalam hatinya justru  berkeyakinan bukan anaknya melainkan anak hasil hubungan Sutijah dengan laki-laki lain.
Sampai kejadian Sutijah yang sudah pergi berlibur ke Bali dan meninggalkan anknya berdua dengan Bapaknya selama 3 bulan dan meminta untuk dikirimi uang itu terjadi, Bakirpun pergi ke kantor pos mengirimkan uang yang dimintanya,saat itu Bakir merasa ada yang aneh dengan pegawai yang begitu lama dalam melayani, dan memang pegawai itu memang lambat, tanpa sepengetahuan Bakir pegawai tersebut telah memanggil polisi dan tanpa mengetahui duduk perkaranya bakirpun di tangkap, dan dimasukan kedalam penjara, tempat yang sudah selayaknya diterima bagi para koruptor..
Dan tiada  diduga-duga istri dan keempat anaknya datang menjenguknya, termasuk juga Sirad ,mereka semua dating tanpa ada sedikitpun perasaan dendam, mereka datang untuk memberi semangat kepada Bakir. Dan dari situlah Bakir menyadari dan menyesal bahwa istri dan anaknyalah yang benar, dan ia telah menjadi korban hawa nafsunya.










Sinopsisi Buku Fiksi dan Nonfiksi


BUKU FIKSI (NOVEL)
Judul                : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Penulis             : Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (Hamka)
Penerbit           : Bulan Bintang
Diterbitkan       : Tahun  1976
SINOPSI S
                       Cerita dimulai dari seorang pemuda bernama Zainuddin. Ayahnya seorang Minangkabau yang diasingkan  di Makasar, karena membunuh mamaknya yang selalu menggerogoti hartanya. Ayahnya menikah dengan seoarang wanita dari keluarga terpandang di Makasar. Ibunya meninggal beberapa hari setelah melahirkan Zainuddin. Saat dia beranjak remaja. Ayahnya  menyusul ibunya. Jadilah Zainuddin seorang yatim piatu. Dia diasuh oleh pembantunya yang bernama mak Base, dengan  warisan dari ayahanya yang cukup untuk kehidupanya. Dalam waktu yang tidak lama Zainuddin pergi merantau ke negeri Ayahnya di Padang Panjang dengan niatan menuntut ilmu, dengan berat hati pembantunya melepaskan. Saat di Padang Panjang di teruskanya perjalanan ke dusun Batipuh, karena menurut keterangan disanalah negeriayahnya yang asli. Disana dia tidak dianggap sebagai keluarga, karena ibunya bukan dari sana. Zainuddin tinggal di rumah bibinya, dibolehkan tinggal disana juga karena dia memberi uang belanja.
                       Suatu hari Zainuddin melihat seorang gadis yang cantik, lembut bernama Hayati. Zainuddin jatuh hati pada Hayati. Hayati membalas cinta Zainuddin. Walaupun hubungan cinta mereka hanya bisa dilakukan dengan surat menyurat, tapi cukup untuk saling berbagi rasa. Sampai Saat Zainuddin harus pergi ke Padang Panjang karena keberadaanya makin tidak diterima. Hayati melepaskanya dengan sebuah janji untuk setia. Di sebuah kesempatan untuk berkunjung ke Padang Panjang guna menemui Khodijah sahabatnya, Hayati juga sudah membuat janji ketemuan dengan Zainuddin, untuk melihat pacuan kuda. Hayati  yang biasanya berbaju tertutup, oleh Khodijah didandani serba terbuka. Sehingga Aziz kakaknya Khodijah  jatuh hati. Zainuddin sangat kaget melihat perubahan besar pada Hayati. Ditambah lagi hinaan Khodijah tentang penampilan Zainuddin yang serba kuno.
                       Rasa cinta yang mereka bangun selama ini sedikit memudar. Kesempatan ini di manfaatkan Aziz untuk mendekati Hayati. Aziz datang ke kampung Hayati untuk melamar. Padahal beberapa hari sebelumnya, datanglah surat Zainuddin yang isinya juga hendak melamar. Dengan mempertimbangkan bibit, bebet, dan bobot, lamaran Aziz-lah yang diterima. Hayati menerima saja keputusan itu karena jika menolak dia tidak dianggap sebagai keluarga. Zainuddin yang mendengar kabar itu langsung tidak berdaya, dia sakit parah dan sering nenggigo menyebut nama Hayati. Dokter  yang memeriksa, menyarankan agar dia di pertemukan dengan Hayati. Setelah dikirimi surat, Hayati dan Aziz datang menemui Zainuddin. Ajaib Zainuddin lansung sembuh, tapi ketika sadar dia sangat sedih karena dijari Hayati melingkar sebuah cincin kawin. Bang Muluk, anak ibu kos yang baik hati, dia memberikan nasihat agar melupakan hayati dan mulai berkarya. Mereka pun memutuskan merantau ke Surabaya. Disana Zainuddin menjadi penulis. Roman-romanya yang mengharukan dan romantis sangat laris di pasaran. Namanya terkenal di seluruh nusantara. Aziz memutuskan untuk pindah ke Surabaya bersama Hayati. Hubungan mereka tidak harmonis. Sampai suatu kesempatan mereka mendatangi suatu acara perkumpulan orang-orang Sumatra. Disana mereka bertemu dengan Zainuddin yang saat itu diundang. Zainuddin bersikap biasa seolah tidak pernah cinta mati sama Hayati. Sifat Aziz yang suka  judi dan mabuk-mabukan diketahui oleh Hayati. Hayati semakin menderita saat Aziz bangkrut. Aziz memutuskan untuk mencari kerja di Banyuwangi, sementara Hayati dititipkan ke Zainuddin. Zainuddin masih bersikap seperti tidak perrnah mencintai Hayati. Karena frustasi dan depresi, Aziz bunuh diri. Dia meninggalkan pesan agar Hayati menikah dengan  Zainuddin. Hayati penasaran dengan persaan Zainuddin kepada dia. Sampai dia menemukan lukisan dirinya di ruang kerja Zainuddin. di lukisan itu tertulis “permataku yang hilang”. Muluk menceritakan bahwa sebenarnya Zainuddin masih mencintai Hayati semua roman  karyanya sebenarnya menceritakan tentang Hayati. Zainuddin menyanggah semua yang dikatakan Muluk. Dan mengaku sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi. Hayati diberi uang dan disuruh pulang ke Sumatra. Saat itu Zainuddin tidak dapat mengantarkan ke pelabuhan karena ada urusan di Malang. Di kapal dia sangat gelisah dan terus memandang foto Zainuddin.
                       Pada malam hari saat Hayati sedang tidur, kapal Van der wijck yang di tumpanginya tenggelam di dekat Lamongan. Besoknya Zainuddin mendengar beritanya dan segera menuju Lamongan. Saat itu Hayati sedang kritis, Zainuddin mengungkapkan perasaan sebenarnya kepada Hayati. Hayati tersenyum dan mengatakan ia masih mencitai Zainuddin setelah mengatakan itu Hayati menutup mata untuk selamanya. Zainudddin makin sedih dan depresi. Ia merasa bahwa Hayati meninggal adalah kesalahanya. Zainuddin sering sakit-sakitan dan kurang produktif  lagi dalam menulis roman. Tetapi sebenarnya dia sedang menyelesaikan karya besar. Tidak lama setelah kematian Hayati, Zainuddin meninggal. Karyanya dan dibukukan Zainuddin di makamkan disebelah makam Hayati.
KELEBIHAN:
Ø Kata-kata dalam novel sangat halus dan menyenangkan hati, gaya bahasa, santun, sangat memberi warna dengan adanya syair yang melukiskan keindahan dan kekayaan bahasa pengarang dalam menuangkan idenya, dan kemasan tulisanya sangat menarik hati untuk membaca naskah “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”sampai ke helaian terakhir
Ø Emosi yang dibangun terasa nyata, luapan kemarahan, perasaan sedih, kegembiraan, dan cinta semuanya melebur jadi satu.
KEKURANAGAN:
Ø Penulis tidak menjelaskan watak tokoh dengan baik sehingga pembaca diharuskan menerka-nerka karakter tokoh.
Ø Banyak kesalahan dalam penggunaan tanda petik dua (“…”). Seperti pada kalimat:
…,,ini dia, Daeng”, ujarku. (hal 16)
        Seharusnya tanda petik dua terletak diatas keduanya
Ø Banyak kesalahan dalam penggunaan ejaan, seperti tanda baca koma, tanda seru, titik dua, dan tanya. Tanda koma, seru, titik dua, dan tanya. Seharusnya ditulis menempel dengan kalimt sebelumnya.
BUKU NON FIKSI (ARTIKEL)
Judul: Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan
Penulis:Muhammad mukminin

SINOPSIS
Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan. Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik.Dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14).
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu,
Dari Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung, dan sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang. Dan Orang-orang yang diteliti juga menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka.
Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan sebagaimana segala sesuatu lainnya haruslahu untuk mendapatkan ridha Allah. Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang.

KELEBIHAN:
Ø Gagasan-gagasan yang disampaikan sangat baik, karena dapat menambah wawasan dan kepekaan pikiran pembaca.
Ø Dalam artikel tersebut disertai fakta yang mendukung dan meyakinkan, mendidik, dan menawarkan pemecahan suatu permasalahan.
KEKURANGAN:
Ø Banyak kesalahan dalam penggunaan ejaan, seperti tanda baca koma, tanda seru, titik dua, dan tanya. Tanda koma, seru, titik dua, dan tanya. Seharusnya ditulis menempel dengan kalimatsebelumnya.
Ø Dalam penjelasanya penulis hanya terfokus pada satu pihak (orang beriman) sedangkan pihak yang menjadi perbandingan (orang tidak beriman) tidak dijelaskan secara rinci.


Cerpen Waktu Nayla


Waktu Nayla

                   NAYLA  melirik arloji di tangan kanannya. Baru jam lima petang. Namun, langit begitu hitam. Matahari sudah lama tenggelam. Ia menjadi muram seperti cahaya bulan yang bersinar suram. Hatinya dirundung kecemasan. Apakah jam tangannya mati? Lalu jam berapa sebenarnya sekarang? Nayla memeriksa jam di mobilnya. Juga jam lima petang. Jam pada ponselnya pun menunjukkan jam lima petang. Ia memijit nomor satu nol tiga. Terdengar suara operator dari seberang, "Waktu menunjukkan pukul tujuh belas, nol menit, dan dua puluh tiga detik." Lalu manakah yang lebih benar. Penunjuk waktu atau gejala alam? Nayla menambah kecepatan laju mobilnya. Kemudi di tangannya terasa licin dan lembab akibat telapak tangannya yang mulai basah berkeringat. Ia harus menemukan seseorang untuk memberinya informasi waktu yang tepat. Tapi jika Nayla berhenti dan bertanya, berarti ia akan kehilangan waktu. Sementara masih begitu jauh jarak yang harus dilampaui untuk mencapai tujuan. Nayla sangat tidak ingin kehilangan waktu. Seperti juga ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk melakukan banyak hal yang belum sempat ia kerjakan.
Namun Nayla pada akhirnya menyerah. Ia menepi dekat segerombolan anak-anak muda yang sedang nongkrong di depan warung rokok dan menanyakan jam kepada mereka. Tapi seperti yang sudah Nayla ramalkan sebelumnya, jawaban dari mereka adalah sama, jam lima petang. Hanya ada sedikit perbedaan pada menit. Ada yang mengatakan jam lima lewat lima, jam lima lewat tiga, dan jam lima lewat tujuh. Nayla semakin menyesal telah membuang waktu untuk sebuah pertanyaan konyol yang sudah ia yakini jawabannya, yaitu jam lima petang. Berarti benar ia masih punya banyak waktu. Sebelum jam tangannya berubah jadi sapu, mobil sedannya berubah jadi labu, dan dirinya berubah menjadi abu.
1
 
                                                                        ***     
               Entah kapan persisnya Nayla mulai tidak bersahabat dengan waktu. Waktu bagaikan seorang pembunuh yang selalu membuntuti dan mengintai dalam kegelapan. Siap menghunuskan pisau ke dadanya yang berdebar. Debaran yang sudah pernah ia lupakan rasanya. Debaran yang satu tahun lalu menyapanya dan mengulurkan persahabatan abadi, hampir abadi, sampai ketika sang pembunuh tiba-tiba muncul dengan sebilah belati. Sebelumnya Nayla begitu akrab dengan waktu. Ketika cincin melingkar agung di jari manisnya. Ketika tendangan halus menghentak dinding perutnya. Menyusui. Memandikan bayi. Bercinta malam hari. Menyiapkan sarapan pagi-pagi sekali. Rekreasi. Mengantar anak ke sekolah. Membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Memarahi pembantu. Membuka album foto yang berdebu. Mengiris wortel. Pergi ke dokter.Menelepon teman-teman. Berdoa di dalam kegelapan. Doa syukur atas kehidupan yang nyaris sempurna. Kehidupan yang selama ini ia idam-idamkan. Kala itu, waktu adalah pelengkap, sebuah sarana. Mempermudah kegiatannya sehari-hari. Menuntunnya menjadi roda kebahagiaan keluarga. Mengingatkan kapan saatnya menabur bunga di makam orang tua, kakek, nenek dan leluhur. Membeli hadiah Natal, ulang tahun dan hari kasih sayang. Mengirim pesan sms kepada si pencari nafkah supaya tidak terlambat makan. Memperkirakan lauk apa yang lebih mudah dimasak supaya tidak terlambat menjemput anak di tempat les. Bercinta berdasarkan sistem kalender, kapan sperma baik untuk dimasukkan dan kapan lebih baik dikeluarkan di luar. Waktu bukanlah sesuatu yang patut diresahkan. Karena waktu yang berjalan, hanyalah roda yang berputar tiga ribu enam ratus detik kali dua puluh empat jam.

Gerakan mekanis rutinitas kehidupan. Menggelinding di atas jalan bebas hambatan. Sementara banyak yang sudah terlupakan. Suara mesin tik membahana dalam kamar yang lengang. Riuh rendah suara karyawan di kafetaria gedung perkantoran. Ngeceng di Plaza Senayan. Mengeluh bersama sahabat tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan. Menampar pipi laki-laki kurang ajar di diskotek. Menghapus air mata yang menitik. Melamun. Membaca stensilan. Makan nasi goreng kambing ramai-ramai dalam mobil di pinggir jalan. Masak Indomie rebus rasa kari ayam. Menatap matahari terbenam. Nonton Formula One atau Piala Dunia di Sports Bar. Menatap mata kekasih dengan berbinar-binar. Bersentuhan tangan ketika memasangkan celemek di paha kekasih dengan tangan bergetar. Menanti dering telepon dengan hati berdebar. Memilih kartu ucapan rindu yang tidak terlalu norak tanpa lebih dulu menunggu hari besar datang dengan dada berdebar. Memilih baju terbaik setiap ada janji dengan pacar dengan jantung berdebar. Menanti pujian dengan rasa berdebar. Bercinta dengan rasa, jantung, dada, hati, tangan, kaki, payudara, vagina, leher, punggung, ketiak, mata, hidung, mulut, pipi, raga, berdebar. Yang terlupakan adalah waktu yang mengalir dalam lautan debar, samudera getar, cakrawala harapan.

 
                                                                        ***     
2
 
Mungkin Nayla tidak bermaksud dengan sengaja melupakan, ia hanya tidak sadar. Ia hanya pingsan keletihan dan belum jua siuman. Ia hanya terhipnotis bandul jam yang bergerak kiri kanan dan berdetak dalam keteraturan. Membuat raganya beku. Lidahnya kelu. Hatinya membatu. Imajinasinya buntu. Kadang dalam tidur imajinasinya memberontak terbang. Mengepakkan sayap bersama dengan burung-burung dan kupu-kupu. Mengendarai ikan paus di samudera lepas. Bungy jumping. Arung jeram. Baca komik Petualangan Tintin. Minum teh di atas awan sambil diskusi tentang cerpen Anton Chekov dengan almarhum ayah dan bertanya mana yang lebih mahal antara berlian dengan Fancy Diamond kepada almarhumah ibu. Menjadi Arnold Schwarzeneger dan menggagalkan aksi teroris yang hendak menabrakkan pesawat ke gedung World Trade Center. Menelan biji durian. Makan rambutan. Nonton Cirque du Soleil. Nonton N'SYNC dan dipanggil ke atas panggung untuk diberi kecupan oleh Justin Timberlake. Bertinju dengan Moehammad Ali. Mengalahkan Michael Jordan. Merebut suami Victoria Beckham. Mengedit karya Gabrielle Garcia Marques. Minum sirup markisa. Baca puisi bareng Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri. Diculik UFO. Punya toko buku kecil di Taman Ismail Marzuki. Melaju kencang ke pusat getaran yang mendebarkan. Tapi mimpi juga terbatas waktu. Debaran itu mendadak buyar ketika terdengar suara ketukan pembantu di pintu luar kamar. Suara kokok ayam jantan. Kicau burung. Kemilau sinar matahari menerobos jendela.
            Dan suara alarm jam ketika jarum panjangnya menunjuk angka dua belas dan jarum pendeknya menunjuk angka enam. Suara alarm itu, adalah suara yang sama dengan suara dokter yang menyampaikan bahwa sudah terdeteksi sejenis kanker ganas pada ovariumnya. Suara alarm itu, adalah suara yang sama dengan suara dokter yang memvonis umur Nayla hanya akan bertahan maksimal satu tahun ke depan. Suara alarm itu, adalah suara yang sama dengan suara dokter yang mengatakan bahwa sudah tidak ada harapan untuk sembuh. Suara alarm itu, adalah suara yang menyadarkannya kembali dari pengaruh hipnotis bandul waktu masa lalu, masa kini dan masa depan.

                                                            ***
3
 
Manusia sudah menerima hukuman mati tanpa pernah tahu kapan hukuman ini akan dilaksanakan. Karena itu Nayla tidak tahu mana yang lebih layak, merasa terancam atau bersyukur. Di satu sisi ia sudah tidak perlu lagi bertanya-tanya kapan eksekusi akan dilaksanakan. Tapi apakah setahun yang dokter maksudkan adalah 12 bulan, 52 minggu dan 365 hari dari sekarang? Bagaimana kalau satu tahun dimulai dari ketika kanker itu baru tumbuh. Atau satu minggu sebelum Nayla datang ke dokter. Atau mungkin benar-benar pada detik ketika dokter itu mengatakan satu tahun. Lalu berapa lamakah waktu sudah terbuang? Dari manakah Nayla harus mulai berhitung? Mata Nayla berkunang-kunang. Perutnya mulai terasa sakit seiring dengan bunyi dari segala bunyi jam, berdetak keras memekakkan telinganya. Satu, sepuluh, seratus, seribu, sepuluh ribu, seratus ribu, sejuta detik mengejar dan mengepung pendengarannya ke mana pun Nayla melangkah. Memaksa mata Nayla menyaksikan lalu lalang kaki-kaki bergegas, suara klakson dari pengendara yang tak sabaran, lonceng tanda masuk sekolah, jutaan tangan karyawan memasukkan kartu ke dalam mesin absen, aksi dorong mendorong masuk ke dalam bus, tubuh-tubuh meringkuk di atas atap kereta api, semua orang tidak mau ketinggalan. Semua orang harus tepat waktu sampai di tujuan. Semua orang tidak lagi punya kesempatan, untuk sekadar berhenti memandang embun sebelum menitik ke tanah. Matahari yang bersinar tidak terlalu cerah. Awan berbentuk mutiara, semar atau gajah. Kelopak bunga mulai merekah. Kaki anjing pincang sebelah. Semut terinjak-injak hingga lebur dengan tanah. Padi menguning di sawah. Burung bercinta di atas rumah Semua orang melangkah bagai tidak menjejak tanah. Sejak saatitu,alarm Nayla tidak pernah berhenti  berbunyi         
***
4
 
Nayla ingin menunda waktu. Nayla ingin mengulur siang hingga tidak kunjung tiba malam. Nayla ingin merampas bulan supaya matahari selalu bersinar. Nayla ingin menghantamkan palu ke arah jam hingga suara alarmnya bungkam. Nayla ingin menunda kematian. Tapi Nayla selalu terlambat. Nayla selalu berada di pihak yang lemah dan kalah akan rutinitas yang tak mau menyerah. Dan ia mulai merasa kewajibannya sebagai beban. Ia mulai cemburu pada orang-orang yang masih dapat berjalan santai sambil berpegangan tangan. Atau orang-orang yang berjemur di tepi kolam renang sambil membaca koran. Ketika, ia tergesa-gesa menyiapkan air hangat, sarapan dan seragam. Berdesakan di antara hiruk pikuk suara dan keringat dalam pasar. Memastikan pendingin ruangan belum saatnya dibersihkan. Membayar iuran telepon dan listrik bulanan. Memberi makan ikan. Memberi peringatan berkali-kali pada pembantu yang tidak juga mengerjakan perintah yang sudah diinstruksikan. Mengikuti senam seks dan kebugaran. Menjadi pendengar yang baik bagi suami yang berkeluh-kesah tentang pekerjaan. Memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dalam sebulan. Menyimpan kekecewaan ketika anak sudah tidak lagi mau mengikuti nasihat yang seharusnya diindahkan. Dan masih saja ada yang kurang. Masih ada saja yang tidak sempurna. Sarang laba-laba di atas plafon. Terlalu banyak menggunakan jasa telepon. Buah dada yang mulai mengendur. Vagina yang tidak lagi lentur. Terlalu letih hingga tidur mendengkur.
             Seragam sekolah yang luntur. Kurang becus mengatur keuangan. Terlalu banyak pemborosan. Kurang peka. Kurang perhatian. Kurang waktu.... Waktu... Waktu... Waktu... Waktu...................? Bahkan Nayla merasa sudah tidak punya waktu untuk sekadar memanjakan perasaan. Tidak nongkrong bersama teman-teman. Tidak belanja perhiasan. Tidak pergi ke klab malam. Tidak dalam sehari membaca buku lebih dari dua puluh halaman. Tidak lagi nonton film layar lebar di studio twenty one. Tidak lagi mengerjakan segala sesuatu yang baginya dulu merupakan kesenangan. Nayla mulai merasakan dadanya berdebar. Semangatnya bergetar. Ia ingin menampar suaminya jika membela anaknya yang kurang ajar. Ia ingin ngebut tanpa mengenakan sabuk pengaman. Ia ingin bersendawa keras-keras di depan mertua dan ipar-ipar. Ia ingin berjemur di tepi pantai dengan tubuh telanjang. Ia ingin mengatakan ia senang bercinta dengan posisi dari belakang. Ia ingin mewarnai rambutnya bak Dennis Rodman. Ia ingin berhenti minum jamu susut perut dan sari rapet. Ia ingin memelihara anjing, kucing, babi, penguin, panda dan beruang masing-masing satu pasang. Ia ingin makan soto betawi sekaligus dua mangkok besar. Ia ingin berhenti hanya makan sayur dan buah-buahan waktu malam.
                                                                        ***

Apa yang sedang mengkhianati dirinya hingga ia merasa sama sekali tidak bersalah atas debaran di dadanya yang begitu memukau? Apa yang sedang memberi pengakuan sehingga ia merasa begitu lama membuang-buang waktu? Apakah hidup diberikan supaya manusia tidak punya pilihan selain berbuat baik? Dan mengapa pertanyaan ini baru datang ketika sang algojo waktu sudah mengulurkan tangan? Mungkin hidup adalah ibarat mobil berisikan satu tanki penuh berisi bahan bakar.
 Ketika sang pengendara sadar bahan bakarnya sudah mulai habis, ia baru mengambil keputusan perlu tidaknya pendingin digunakan, untuk memperpanjang perjalanan, untuk sampai ke tujuan yang diinginkan. Nayla memacu laju mobilnya semakin kencang. Memburu kesempatan untuk bersimpuh memohon pengampunan atas dosa-dosa yang Nayla sesali tidak sempat ia lakukan, sebelum jam tangannya berubah jadi sapu, mobil sedannya berubah jadi labu, dan dirinya berubah jadi abu...
***

Cerpen: Djenar Maesa Ayu
 Sumber: Kompas, Edisi 03/31/2002 
5
 
 

Cerpen Sodom dan Gomora


 CERPEN KOMPAS PILIHAN 1980
SODOM DAN GOMORA
Agus Vrisaba

Sementara Bapak Pendeta sakit, Bapak Lutus menggantikanya memberikan wejangan pada setiap pertemuan mingguan yang dilakukan secara bergilir di rumah-rumah anggota jemaah. Para anggota jemaah sendiri yang menetapkannya sebagai  pemberi  wejangan, setelah disetujui oleh Bapak Pendeta. Mereka memandang Bapak Lutus sebagai satu-satunya sesama anggota jema’ah yang cocok untuk tugas itu. Selain karena kesetiaanya mengunjungi gereja setiap hari Minggu dan menghadiri setiap pertemuan mingguan, tanpa pernah sekali pun absen, beliau juga dianggap mempunyai pengetahuan yang luas mengenai Alkitab. Sebab, di samping setia mendengarkan khotbah Bapak  Pendeta di gereja dan wejanganya dalam pertemuan mingguan, Bapak Lutus  juga rajin mempelajari Alkitab di rumahnya sendiri.
Sore itu, dalam pertemuan mingguan di rumah Bapak Martin, dengan caranya yang  sangat memukau, Bapak Lutus mengambil peristiwa Sodom dan Gomora sebagai bahan wejangannya. Tanpa menjamah Alkitab yang terletak di atas meja di depannya, beliau menceitakan peristiwa Sodom dan Gomora dengan mengutip setiap kalimat dalam Kitab Kejadian 19, di mana peristiwa itu termaktup, dengan sangat cepat, sehingga para pendengarnya sangat kagum kepadanya. Ini menunjukan, bahwa isi Alkitab telah beliau hafal sampai ke setiap katanya.
“Maka bini Lut itu menoleh ke belakang, lalu jadilah ia sebatang tiang garam,” katanya dengan tekanan berat pada kalimat ini. Kemudian beliau berhenti sejenak sebelum melanjutkannya lebih jauh, untuk memandangi mata para pendengarnya satu per satu, seakan hendak menguji adakah kengerian di mata mereka itu?
Ketika Bapak Lutus  selesai memberi wejangan, pertemuan mingguan itu dilanjutkan dengan pembicaraan-pembicaraan ringan. Akan tetapi, sebagian hadirin masih terpukau oleh wejangan Bapak Lutus barusan, sehingga pembicaraan mereka masih berkisar sekitar peristiwa Sodom dan Gomora. Sekali lagi Bapak Lutus menekankan makna peristiwa Sodom dan Gomora itu untuk zaman sekarang.
“Manusia sekarang,” kata Bapak Lutus,” serupa dengan penduduk kedua kota yang terletak di ujung selatan Laut Mati pada zamannya itu. Kejahatan terjadi di mana-mana dan Tuhan hanya menjadikan dunia ini sebagai Sodom dan Gomora. Dan hanya orang-orang yang menghadirkan Tuhan ke dalam batinya, bukan hanya sekedar di bibir saja, yang akan diselamatkan seperti Lut dan kedua orang anak gadisnya itu.”
Para hadirin mengangguk-angguk. Seorang di antara mereka hendak mengajukan pertanyaan: “Tapi, mengapa bininya Lut menoleh ke belakang?”---, tapi membatalkanya karena Bapak Lutus sudah bangkit berdiri dan pamitan kepada Bapak Martin, diiringkan oleh yang lain-lain.
Dalam perjalanan pulang Bapak Lutus merasa senang. Hampir  semua yang hadir di dalam pertemuan mingguan di rumah Bapak Martin itu memuji-mujinya. Masih mengiang di telinganya ucapan Bapak Martin sendiri: “Nama anda mengandung nama Lut dan Anda memang tepat menyandang nama itu, sebab jika dunia dibinasakan seperti Sodom dan Gomora, maka Anda tentu akan diselamatkanya.”
Mengapa tidak? Setiap pagi, bangun dari tidur dia berdoa. Mau sarapan dia berdoa. Mau mulai bekerja di kantornya, dia berdoa. Makan siang sebelum dan sesudahnya, dia berdoa. Makan malam, bersama-sama anak-anak dan istrinya, mereka berdoa. Hendak tidur dia buka Alkitab dan membacanya sampai kantuknya tiba, kemudian memuji namaNya, baru tidur. Pada setiap kali diterima uang gajinya, tak lupa ia memuji namaNya.
Sesampai di rumah, dengan sangat puas dan wajah penuh senyum, dia ceritakan apa yang sudah terjadi di rumah Bapak Martin. “Sangat besar, kemungkinannya.” Katanya, “Aku akan diangkat menjadi Pendeta. Itulah harapanku. Dan, kalau itu nanti terjadi, kita tak perlu lagi mengontrak rumah, kita akan tinggal di rumah di samping gereja itu. Uang yang biasanya kita pakai untuk mengontrak rumah, bias kita tabung.”
Istrinya hanya diam saja. Bukanya tidak senang, tapi ia takut salah berkomentar, seperti sudah sering terjadi, darah tinggi suaminya akan memuncak, dan ia akan sangat menderita kalau sampai diamuk.
Waktu makn malam, Rino, anak lelakinya yang tertua, tidak hadir. “Ke mana Rino?” tanya Bapak Lutus kepada istrinya.
“Pergi dengan sepeda motornya yang baru,”jawab istrinya.
“Kenapa dibiarkan saja? Sepeda motor itu  masih baru, nanti dia menaikinya dengan kencang sehingga mesinnya bisa rusak,”kata Bapak Lutus.
Istrinya tak buka mulut lagi, takut salah. Merekas makan dengan diam. Bapak Lutus agak terganggu pikirannya, sehingga selesai makan dia lupa berdoa.untung istrinya memperingatkanya.
Ketika sedang menyaksikan acara televisi, Rino datang tanpa diawali deru sepeda motornya. Wajahnya pucat. “Mana sepeda motornya?” Tanya Bapak Lutus. Tapi, Rino geragapan dan lama tak bias menjawab. Bapak Lutus bangkit dari duduknya, mendekati anak lelakinya itu dan mengulangi lagi pertanyaanya.
“Hi…hi…hi…lang!” jawab Rino membikin Bapak Lutus tersentak dan wajahnya seketika lebih pucat dari wajah Rino.
“Apa?”
“Saya…saya pergi ke rumah teman. Sep…sepeda motor itu saya…saya taruh di…di…diluar. Dan…”
“Kau tentu lupa menguncinya!” bentak Bapak Lutus.
“Tid…tid… Ya!”
Bapak Lutus menampar pipi kiri anaknya, Sekarang wajahnya merah-padam. Rino masih berdiri di depannya,seakan menyediakan pipi kanannya. Bapak Lutus menampar pipi kanannya. Rino mundur.
“Kau tahu, aku beli sepeda motor itu dengan uang yang aku tabung berbulan-bulan lamanya… dan bukan untuk-mu! Aku beli sepeda motor itu untuk aku pergi ke kantor, agar bisa menghemat uang transport. Tapi, sekarang kau telah menghilangkannya. Aku naik apa ini?”
“Maaf, Pak, saya… saya tidak sengaja.”
“Tidak sengaja! Begitu gampang kau berkata. Sudah lapor ke polisi!”
Setelah Rinon pergi, seisi rumah dimarahinya. Istrinya juga kena tampar. “Kenapa kau biarkan anak bengal itu memakainya!” hardik Bapak Lutus kepada istrinya. “Kau ini macam bininya Lut!”
“Aku kan tidak tahu kalau mau kejadian begini!”
 Tangan Bapak Lutus melayang ke pipi kanan istrinya dan istrinya terdiam dan istrinya terdiam.
Semalam bapak Lutus tidak bisa tidur. Hilangnya sepeda motor itu membuat hatinya merasa sangat kesal, kecewa,  dan menyesal. Tanpa berdoa lagi dia banting tubuhnya ke atas pembaringannya. Tidak ada waktu menghadirkan Tuhan ke dalam batinya. Pikiranya penuh diliputi ke kecewaan dan sesal. Baru dua kali dia sepeda motornya itu. Kalau tahu begini, dia lebih baik tidak memakainya ke rumah Bapak Martin, dia berpikir lain. Kalau dia naik sepeda motor, hadirin di pertemuan mingguan itu tentu akan memandangnya sebagai orang yang masih dipengaruhi harta dunia. Di depan mata mereka dia harus kelihatan seperti orang sederhana, tidak tergoyahkan oleh godaan, yang seperti  sering dia katakana kepada mereka, pada zaman ini begitu banyak , antara lain barang-barang mewah, mobil, sepeda motor, televisi, dan sebagainya dan sebagainya.
Setelah semalam tak tidur, besok paginya-hari Minggu Bapak Lutus masih uring uringan. Dan, untuk pertama kalinya dia lupa ke gereja. Sepanjang hari kerjanya hanya uring-uringan atau duduk berwajah mendung. Makan tanpa selera, minum tidak disentuhnya. Malamnya dia tidak tidur lagi.
Keesokan harinya  seisi rumah gempar. Istrinya menemukan dia sedang berdiri kaku di belakang jendela dalam kamarnya, dengan kepala menoleh ke belakang, dan sudah mati. Kulitnya begitu kering dan bergaram.
Pada pertemuan minggu berikutnya, sekali ini di rumah Bapak Netano, seseorang mengatakan: “Sekarang saya mengetahui, kenapa bininya Lut dalam peristiwa Sodom dan Gomora, menoleh ke belakang dan jadi tiang garam.”
“Mengapa?” Tanya Bapak Netano yang hadir juga ketika Bapak Lutus almarhum memberi wejangan Sodom dan Gomora.
“Rupanya ketika meninggalkan rumahnya, dipertengahan jalan, bininya Lut teringat kepada harta bendanya yang ditinggalakannya dank arena itu ia menoleh ke belakang, lalu jadi tiang garam.”
Lalu semuanya teringat kepada Bapak Lutus almarhum dengan sepeda motornya. Mereka mengangguk-angguk.

Kompas, 30 November 1980


Kritik Sastra


KRITIK SASTRA
Anton Wahyudi*
Genre kritik sastra ada 8, yaitu:
1.       PRACTICAL / APPLIED CRITICISM
membahas pengarang dan karya tertentu, prinsip-prinsip teoretis adalah implisit dalam analisis atau interpretasi.
Prosedur:
a.       Baca karya sastra (puisi, prosa, atau drama) !
b.       Analisis karya sastra (sebagai kritikus)
Alat analisis: Teori tidak digunakan—teori tidak perlu dinyatakan secara eksplisit. Oleh karena itu, analisis karya sastra genre ini seolah-olah tanpa teori.
c.        Sifat dari Applied Criticism: bisa subjektif atau objektif (laporan pembaca)
d.       Hasil Temuan Akhir: Melalui kritikus—sastra dianggap baik atau buruk, sastra dianggap memunyai manfaat besar bagi perkembangan sastra, dan lain-lain.
2.       THEORETICAL CRITICISM
mengusulkan teori sastra dan prinsip-prinsip umum mengenai bagaimana pendekatan itu; kriteria untuk evaluasi muncul.
Prosedur:
a.       Baca karya sastra (puisi, prosa, atau drama) !
b.       Cari teori yang sesuai dengan hakikat karya sastra tersebut—tulis secara eksplisit teori ini (misalnya teori feminisme, teori psikoanalisis Lacan, Strukturalisme, dan lain-lain)
c.        Analisis karya sastra tersebut berdasarkan butir-butir dalam teori sastra di atas
d.       Kalau seandainya satu teori dianggap tidak cukup, maka dapat ditambahkan teori lain—teori campuran ecletic
e.        Hasil Temuan Akhir: Melalui kritik, sastra dianggap sesuai dengan teori (relevan)—karya sastra yang dikritik dianggap bagus. Atau sebaliknya, kritik karya sastra (melalui teori)—[karya sastra memunyai kelemahan, dan lain-lain].
3.       IMPRESSIONISTIC CRITICISM
"menghargai" sebagai respon yang dimunculkan kritikus dari karya sastratentang "jiwa" dan pengaruh besar dari sebuah "karya". Artinya, impressionistik menekankan bagaimana sebuah “karya” memengaruhi pembacanya (kritikus).
Prosedur:
a.       Baca karya sastra yang bagi kritikus memberi kesan bagus
b.       Analisis karya sastra tersebut berdasarkan kesan-kesan kritikus terhadap dulce et utile karya sastra tersebut
c.        Teori dapat digunakan atau tidak. Namun sebaliknya, sebaiknya gunakan teori (seperti dalam Theoritical Criticism).
d.       Sifat dari Impressionistic Criticism: memengaruhi pembaca (kritikus)
e.        Applied Criticism: bisa subjektif atau objektif
f.        Hasil Temuan Akhir: Simpulan—kesan-kesan, pengaruh—[kritikus+KS+teori]
4.       JUDICIAL CRITICISM
upaya untuk menganalisis dan menjelaskan efek-efek melalui bentuk dasar dari "pembedahan": subjek, gaya maupun teknik.—[menilai]—dengan konvensi.
Prosedur:
a.       Baca karya sastra (puisi, prosa, atau drama) !
b.       Bedah unsur-unsur karya sastra tersebut (subjeknya, gaya bahasanya, organisasinya, tekniknya, dan lain-lain—[sesuai dengan hakikat karya sastra tersebut].
c.        Sifat dari Judicial Criticism: menghakimi dan membedah karya sastra.
d.       Analisis unsur-unsur yang ada di dalam karya sastra tersebut dengan menggunakan salah satu teori sastra.
e.        Hasil Temuan Akhir: Simpulan karya sastra dengan teori yang digunakan.
5.       MIMETIC CRITICISM
kritikus berusaha mengevaluasi sastra sebagai imitasi atau representasi kehidupan—[tiruan dunia/kehidupan manusia]. Kritik sastra mimetik cenderung digunakan untuk mengukur kemampuan suatu karya sastra dalam menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan sebagai objek.
Catatan:
a.       Konsep Mimetik Plato: Seniman (sastrawan) tidak akan mampu meniru ralita, karena realita yang ditiru oleh seniman (sastrawan) hanyalah realita berdasarkan persepsi seniman atau kepentingan seniman (kepentingan tentang kepercayaan, ideology, dan lain-lain). Akan tetapi, bukanlah realita dalam arti yang sebenarnya—[oleh karena itu karya seni adalah palsu, tidak bermanfaat, dan dapat menjerumuskan pembaca/penikmat seni].
b.       Konsep Mimetik Aristoteles: Seniman (sastrawan) memang tidak perlu meniru realita sebagaimana adanya—seniman (satrawan) meniru realita berdasarkan persepsi seniman sendiri, dan hebatnya karya seni (KS) yang diciptakan oleh seniman (satrawan) ditentukan oleh unsur (1) creatio (kreativitas dalam menciptakan fiksionalitas), dan (2) universalia (hal-hal yang universal/umum)—[yang member harapan baru—[memunyai efek bagi pembaca/penikmat seni].
Prosedur:
a.       Baca karya sastra !
b.       Analisis mimetik sastra
c.        Buktikan bahwa karya sastra tersebut memunyai unsur creatio dan universaliadulce et utile.(baca: Teori Kesusastraan Rene Wellak & Austin Warren)
d.       Sifat: interpretasi, mengaitkan—[Karya Sastra+realita]
e.        Hasil Temuan Akhir: Simpulan konsep mimetik kritik melalui karya sastra.
6.       PRAGMATIC CRITICISM
memutuskan seberapa baik hasil kerja pengarang (melalui KS-nya) mencapai tujuan (pembaca). Kritik yang disusun berdasarkan pandangan bahwa sebuah karya sastra diciptakan untuk mencapai efek-efek tertentu kepada pembacanya, seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan, dan sebagainya.
Prosedur:
a.       Baca karya sastra (puisi, prosa, drama) !
b.       Perhatikan strategi penulisan pengarang karya sastra tersebut (misalnya; bagaimana pengarang menciptakan tokoh-tokohnya, menciptakan alurnya, menciptakan konflik puncaknya, ending ceritanya, dan lain-lain).
c.        Buktikan bahwa strategi itu berhasil dengan baik—[alasan: karena karya sastranya benar-benar memang baik]. Atau mungkin sebaliknya, strategi yang digunakan pengarang tidak berhasil dengan baik—[alasan: karena itu karya sastranya tidak baik].
d.       Hasil Temuan Akhir: Penilaian karya sastra (kritikus)
7.       EXPRESSIVE CRITICISM
menekankan telaah tentang seberapa baik seorang pengarang bisa menyatakan atau mencurahkan dirinya sendiri, visi-nya, dan perasaan ke dalam wujud sastra. Kritik—menimbang karya sastra dengan memperlihatkan kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara sadar atau tidak sadar bisa tercermin dalam karyanya.
Prosedur:
a.       Baca karya sastra (umumnya puisi) !
b.       Analisis apakah pengarang berhasil mengungkapkan gagasannya dengan kadar ekspresi yang tinggi (contoh dalam realita: kadar ekspresi bung karno dalam pidato-pidatonya)—[sifat; memukau pembaca]
c.        Catatan: kalau kadar ekspresi pengarang bagus, maka karya sastra dianggap bagus, demikian pula sebaliknya.
8.       TEXTUAL CRITICISM
bertujuan untuk membentuk teks asli yang akurat tidak rusak identik dengan apa yang dimaksud penulis. Kritik umumnya melibatkan coallting manuskrip dan versi dicetak, menentukan validitas versi; bersifat menemukan kembali. Menguraikan naskah tulisan tangan rusak dan tak terbaca, dll.